Menurutku, sebelum kau datang mengetuk pintu rumahku dan menyalami tanganku, ada baiknya aku mengirim tulisan ini padamu. Anggaplah surat perkenalan. Setidaknya kita bisa kompromi sebelum menuruti rahasia yang dengan rapat kau sungkup di masa depan. Dan memperlakukanku layaknya sahabat karib.
Kau tahu, 2015, duapuluh satu tahun silam hujan mengguyur rumah kami ketika Mak bersusah-payah melahirkanku. Artinya, semenjak itu aku sudah bertemu dengan duapuluh satu saudaramu yang lebih dulu menemuiku. Mereka menemaniku saat lidahku sukar melafal huruf 'R', dan salah satunya menyaksikanku belajar berdiri lantas berjalan.
Tak urung setiap waktu yang kujalani bersama mereka, adalah momentum-momentum berharga tak terlupakan. Kami begitu menyayangi setiap detik waktu, dan mereka selalu memandangku baik. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk tidak berbuat baik pula padaku.
Kukira, hari lalu aku baru saja mandi lumpur dan hujan-hujanan bersama sahabat-sahabat kecil. Lalu tangan kami keriput dan kaku kedinginan. Setelah itu kami berdiri berjejer di teritis rumah dengan bibir bergetar, mengeringkan diri.
Hari ini tiba-tiba saja aku berselendang umbul-umbul mahasiswa. Waktu memang egois bukan? Tanyakanlah pada semua orang, tatkala mereka masih kecil, pikiran mereka akan diliputi rasa penasaran bagaimana ketika besar nanti, seakan mereka ingin segera besar dan memiliki paras rupawan serta pintar. Lantas waktu mengulumnya dan mereka benar-benar dibuat tumbuh mendewasa, kemudian berpikir, betapa masa kecil tanpa berpikir pun begitu menyenangkan. Ah, dilema peran kehidupan.
Mungkin kau lebih istimewa ketimbang saudaramu. Baik itu 2014, 2013, 2010, 2005, atau yang lainnya. Karena hanya hadirmu yang kusambut dengan sepenggal surat penuh harapan.
Jadi begini, 2015, besar kemungkinan esok tingkahku tidak membuatmu nyaman, bahkan bisa saja aku menyiksa diriku sendiri. Jelas bukan pemandangan bagus bagimu. Satu hal yang harus kautahu dariku, aku sangat sanggup untuk bersabar pada orang lain, tapi tidak untuk diriku sendiri. Dan jika kau bertanya kenapa aku harus mengatakannya, karena aku menancapkan mimpiku saat bersamamu nanti. Jadi apa pun yang terjadi, tetap berdamailah denganku.
Ancang-ancang dan tali kekang sudah kutarik sejak dua tahun lalu. Dan aku akan melepaskannya di antara hari-hari yang akan kita lalui. Ini bukan saja imbas pertemuan kita, tapi karena kau akan mempertemukanku pada umur duapuluh dua. Tahu apa artinya itu?
Dengar, aku sudah mengkaji ini secara lebih mendalam. Ketika dua bertemu dengan dua lainnya, maka ia akan bertemu dengan ia yang diinginkan. Singkatnya, aku harus bertemu dengan mimpi dalam gulir-gulir panjang penantian. Mari bantu aku memulainya...
Sama sepertimu, aku juga penasaran apa yang akan terjadi padaku di 2015. Apa aku bisa memoles garis dan menanamkan pancang start di sana. Apa aku bisa menaiki pelana dan menjejak kuda yang kupersiapkan untuk berlari sekencang mungkin. Aku tidak sabar bertemu denganmu, aku juga tidak sabar untuk bertaruh denganmu, lebih tidak sabar lagi seberapa tekadku dapat merobek kemustahilan menuju noktah keniscayaan.
Yang jelas...
Dengan segala hormat, 2015, kumohon antarkan aku untuk menepati janjiku sendiri...
Pekanbaru, 31 Desember 2015
Relly A Vinata
Relly A Vinata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar